ARTIKEL

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Dengan meninggalnya khalifah Ali ibn Abi Thalib, maka bentuk pemerintahan, kekhalifahan telah berakhir, dan dilanjutkan dengan bentuk pemerintahan dinasti (kerajaan), yaitu dinasti Bani Umayyah.
Dinasti Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah ibn Abi Sufyan ibn Harb ibn Umayyah. Muawiyyah dapat mendirikan kursi kekuasaan bukan atas dasar demokrasi yang berdasarkan atas hasil pikiran umat Islam. Berdirinya dinasti Bani Umayyah bukan berdasar pada hukum musyawarah. Jabatan raja menjadi pusaka yang diwariskan secara turun temurun dengan sistem monarkhi.
Maka dari kami sebagai pemakalah mencoba menggali materi dengan tema “Dinasti Umayah dan Dinasi Abbasiyah”. Kami berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan sedikit ilmu kepada pembaca. Kami sadar bahwa makalah ini banyak kekurangan dan apabila ada kata yang salah, dan menyinggung kami sebagai penulis memohon maaf yang sebesar besarnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Perkembangan Islam dan pemerintahan Pada Masa Bani Umayah
2.      Perkembangan Islam dan pemerintahan Pada Masa Bani Abbasiyah

C.     Tujuan
1.      Untuk menambah ilmu pengetahuan
2.      Sebagai acuan bagi pemakalah berikutnya
3.      Untuk sebagai tugas dari dosen


BAB II
PEMBAHASAN

A.     Bani Umayah
Dengan meninggalnya khalifah Ali ibn Abi Thalib, maka bentuk pemerintahan, kekhalifahan telah berakhir, dan dilanjutkan dengan bentuk pemerintahan dinasti (kerajaan), yaitu dinasti Bani Umayyah.
Dinasti Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah ibn Abi Sufyan ibn Harb ibn Umayyah. Muawiyyah dapat mendirikan kursi kekuasaan bukan atas dasar demokrasi yang berdasarkan atas hasil pikiran umat Islam. Berdirinya dinasti Bani Umayyah bukan berdasar pada hukum musyawarah. Jabatan raja menjadi pusaka yang diwariskan secara turun temurun dengan sistem monarkhi.
Dinasti Bani Umayyah berdiri selama lebih kurang 90 tahun (40-132H/661-750 M), dengan Damaskus sebagai pusat pemerintahannya. Pada masa pemerintahan dinasti ini banyak kemajuan, perkembangan dan perluasan daerah yang dicapai, terlebih pada masa pemerintahan khalifah Walid ibn Abdul Malik (86-96 H 1705-715 M). pada masa awal pemerintahan Muawiyah ibn Abi Sufyan ada usaha mempertuas wilayah kekuasaan ke berbagai daerah, seperti ke India dengan mengutus Muhallab ibn Abu Sufrah, dan usaha perluasan ke Barat ke daerah Byzantium di bawah pimpinan Yazid ibn Muawiyyah. Selain itu juga diadakan perluasan wilayah Afrika Utara.
Dalam upaya perluasan daerah kekuasaan Islam pada masa Muawiyyah, beliau selalu mengerahkan segala kekuatan yang dimilikinya untuk merebut pusat-pusat kekuasan di luar jazirah Arabia, antara lain adalah upayanya untuk menguasai kota Konstantinopel. Paling tidak terdapat tiga hal yang menyebabkam Muawiyyah ibn Abi Sufyan terus berusaha merebut Byzantium. Pertama, Byzantium merupakan basis kekuatan agama Kristen ortodoks, yang pengaruhnya dapat membahayakan perkembangan Islam. Kedua, orang-orang Byzantium sering mengadakan pemberontakan ke daerah Islam. Ketiga, Byzantium termasuk wilayah yang mempunyai kekayaan yang melimpah.
Meskipun keadaan dalam negeri dapat di atasi pada beberapa periode, akan tetapi pada masa-masa tertentu seringkali dapat membahayakan keadaan pemerintahan sendiri. Ketika pemerintahan berada di tangan khalifah Abdul ibn Marwan (65-86 H/685-705M) keadaan dalam negeri boleh dibilang teratasi. Sehingga dengan keadaan seperti itu, kemajuan peradaban dapat dicapai, terutama dalam politik kekuasaan.
Khalifah Walid ibn Abdul Malik berusaha memperluas daerahnya menuju Afrika Utara yaitu ke Maghrib al-Aqsha dan Andalusia. Dengan keinginan dan keberanian, Musa ibn Nushair dapat menguasai wilayah tersebut, sehingga ia diangkat sebagai gubernur untuk wilayah Afrika Utara.
Ketika ia menjabat Gubernur  Afrika Utara, ia dapat menaklukkan beberapa suku yang terus mengadakan pemberontakan di daerah itu. Sehingga dengan demikian, ia dapat leluasa memperluas wilayah kekuasaan Islam ke daerah-daerah lainnya di seberang lautan. Untuk tugas itu, Musa ibn Nushair mengutus Tharif ibn Malik mengintai keadaan Andalusia dibantu oleh Julian. Kebersihan ekspedisi awal ini membuka peluang bagi Musa ibn Nushair melakukan langkah berikutnya dengan mengirim Thariq ibn Ziyad menyeberangi lautan guna merebut daerah Andalusia. Tepat pada tahun 711 M Thariq mendarat di sebuah selat, yang kini selat tersebut diberi nama yakni Selat Jabal Thariq atau Selat Gibraltar.
Keberhasilan Thariq memasuki wilayah Andalusia, membuat peta perjalanan sejarah baru bagi kekuasaan Islam. Sebab, satu per satu wilayah yang dilewati Thariq dapat dengan mudah jatuh ke tangannya seperti kota Cordova, Granada dan Toledo dapat ditaklukannya, sehingga Islam dapat tersebar dan menjadi agama panutan bagi penduduknya meskipun tidak semua penduduk Andalusia atau Spanyol yang masuk Islam. Tidak hanya itu, Islam menjadi sebuah agama yang mampu memberikan motivasi para pemeluknya untuk mengembangkan diri dalam berbagai bidang kehidupan sosial, politik, ekonomi, budaya dan sebagainya, sehingga Andalusia mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Islam.
Dalam perjalanan sejarahnya, Dinasti Umayyah mengalami kemunduran pada masa pemerintahan Walid bin Yazid (125-126 H / 743-714 M). Bahkan akhimya kekuasaan Bani Umayyah mengalami kehancuran ketika diserang oleh gerakan Bani Abbas pada tahun 132 H 750 M.
Di masa Dinasti Umayyah ini, kebudayaan mengalami perkembangan bila dibandingkan dengan perkembangan yang ada pada masa sebelumnya, yakni pada khulafaur Rasyidin. Demikian pula perkembangan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan dengan baik. Di antara kebudayaan Islam yang mengalami perkembangan pada masa ini adalah seni sastra, seni rupa, seni suara, seni bangunan, ukir, dan sebagainya. Pada masa ini telah banyak bangunan hasil rekayasa umat dengan mengambil pola Romawi, Persia dan Arab. Salah satu dari bangunan itu adalah Masjid Damaskus yang dibangun pada masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik dengan hiasan dinding dan ukiran yang sangat indah. Contoh lain adalah bangunan di Cordova yang terbuat dari batu pualam. Dalam bidang ilmu pengetahuan, perkembangan tidak hanya meliputi ilmu pengetahuan agama saja, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, seperti ilmu kedokteran, astronomi, ilmu pasti, ilmu bumi, ilmu sejarah dan sebagainya. Kota yang menjadi kajian ilmu pengetahuan antara lain adalah Damaskus, Kufah, Mekkah, Madinah, Cordova, Granada, dan lainnya, dengan masjid sebagai pusat pengajarannya, madrasah atau lembaga pendidikan yang ada.
Sepeninggal Hisyam ibn Abd Malik, khalifah-khalifah Bani Umayah yang tampil hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin memperkuat golongan Akhirnya Daulah Umayah digulingkan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan Al Khurasani. Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayah melarikan diri ke Mesir kemudian ditangkap dan dibunuh di sana.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan Dinasti Bani Umayah lemah dan membawanya kepada kehancuran :
1.      Sebab-sebab Umum
a.       Penyelewengan dari sistem musyawarah Islam diganti dengan sistem kerajaan
b.      Pengkhianatan permusyawaratan di Daumatul Jandal
c.       Menyalahi perjanjian Madain antara Muawiyah dengan Hasan bin Ali
d.      Pengangkatan putra mahkota lebih dari satu
2.      Sebab-sebab Khusus    ,
a.       Kelemahan dari Yazid bin Abdul Malik memecat orang-orang yang dalam jabatannya diganti dengan orang-orang yang disukainya, padahal pengganti itu tidak ahli.
b.      Kemewahan dan keborosan di kalangan istana.

B.     Perkembangan Organisasi Negara dan Susunan Pemerintahan
Organisasi Negara Pada masa, Daulah Umayah masih seperti pada masa
permulaan Islam, yaitu terdiri dari lima badan:
1.      An Nidhamus Siyasi (organisasi politik)
2.      An Nidhamul Idari (organisasi tata usaha Negara)
3.      An Nidhamut Mali (organisasi keuangan atau ekonomi)
4.      An Nidhamul Harbi (organisasi pertahanan)
5.      An Nidhamul Qadhai (organisasi kehakiman)

1.      An Nidhamus Siyasi
Dalam bidang organisasi politik ini telah mengalami beberapa perubahan, dibandingkan dengan masa permulaan Islam. Perubahan yang sangat prinsip dalam beberapa hal seperti yang diuraikan di bawah ini:
a.       Kekuasaan
Perebutan kekuasaan oleh Muawiyah bin Abi Sofyan telah mengakibatkan terjadinya perubahan dalam peraturan yang  menjadi dasar pemilihan Khulafaur Rasyidir, Maka dengan demikian jabatan khalifah beralih ke tangan raja satu keluarga, yang memerintah dengan kekuatan pedang, politik dan tipu daya (diplomasi). Penyelewengan semakin jauh setelah Muawiyah mengangkat anaknya Yazid menjadi putra mahkota, yang dengan demikian berarti beralihnya organisasi khalifah yang berdiri atas dasar Syura dan bersendikan agama kepada organisasi AI Mulk (kerajaan) yang tegak atas dasar keturunan serta bersandar terutama kepada politik dari pada kepada agama.
b.      Al Kitabah
Seperti halnya pada masa permulaan Islam, maka dalam masa Daulah Umayah dibentuk semacam Dewan Sekretariat Negara yang mengurus berbagai urusan pemerintahan. Karena dalam masa itu urusan pemerintahan telah menjadi lebih banyak, maka ditetapkan lima orang sekretaris yaitu;
1)      Katib Ar RasaiI (Sekretaris Urusan Persuratan)
2)      Katib At Kharrd (Sekretaris Urusan Pajak atau Keuangan)
3)      Katib Asy Syumah (Sekretaris Urusan Kepolisian)
4)      Katib Al Qadhi (Sekretaris Urusan Kehakiman)
Diantara para sekretaris itu, Katib Ar Rasillah yang paling penting, sehingga para khalifah tidak akan memberi jabatan itu, kecuali kepada kaum kerabat atau orang-orang tertentu.
Diantara para kuttab yang paling terkenal selama Daulah Umayah ialah:
1)      Zaiyad bin Abihi, sekretaris Abu Musa Ai Asy'ary
2)      Salim, sekretaris Hisyam bin Abdul Malik
3)      Abdul Hamid, sekretaris Marwan bin Muhammad
c.       Al Hijabah
Pada masa Daulah Umayah, diadakan satu jabatan baru yang bernama Al Hijabah, yaitu urusan pengawalan keselamatan khalifah. Mungkin karena khawatir akan terulang peristiwa pembunuhan terhadap Ali dan percobaan pembunuhan terhadap Muawiyah dan Amru bin Ash, maka diadakanlah penjagaan yang ketat sekali terhadap diri khalifah, sehingga siapapun tidak dapat menghadap sebelum mendapat izin dari para pengawal (hujiab).
Kepala pengawalan keselamatan khalifah adalah jabatan yang sangat tinggi dalam istana kerajaan, waktu khalifah Abdul Malik bin Marwan melantik kepala pengawalnya, antara lain dia memberi amanat, "Engkau telah kuangkat menjadi kepala pengawalku. Siapapun tidak boleh masuk menghadap tanpa izinmu, kecuali muezzin, pengantar pos dan pengurus dapur".
2.      An Nidhamul Idari
Organisasi tata usaha Negara pada permulaan Islam sangat sederhana, tidak diadakan pembidangan usaha yang khusus. Demikian pula keadaannya pada masa Daulah Bani Umayah, administrasi Negara sangat simpel.
Pada umumnya, di daerah-daerah Islam bekas daerah Romawi dan Persia, administrasi pemerintahan dibiarkan terus berlaku seperti yang telah ada, kecuali diadakan perubahan-perubahan kecil.
a.       Ad Dawawin          
Untuk mengurus tata usaha pemerintahan, maka Daulah Umayah mengadakan empat buah dewan atau kantor pusat, yaitu:
1)      Diwanul Kharraj
2)      Diwanur Rasail
3)      Giwanul Mustagtalat al Mutanawi'ah
4)      Diwanul Khatim, dewan ini sangat penting karena tugasnya mengurus surat-surat lamaran raja, menyiarkannya, menstempel, membungkus dengan kain dan dibalut dengan lilin kemudian diatasnya dicap.
b.      Al lmarah Alat Baldan
Daulah Umayah membagi daerah Mamlakah. lslamiyah kepada lima wiiayah besar, yaitu:
1)      Hijaz, Yaman dan Nejed (pedalaman jazirah Arab)
2)      Irak Arab dan Irak Ajam, Aman dan Bahrain, Karman dan Sajistan, Kahul dan Khurasan, rtiegeri-negeri di belakang suncai (Ma Wara'a Nahri) dan Sind serta sebaoian negeri Punjab c) Mesir can Sudan
3)      Armenia. Azerbaijan, dan Asia Kecil
4)      Afrika Utara, Libia, Andalusia, Sisilia, Sardinia dan Balyar
Untuk tiap wilayah besar ini, diangkat seorang Amirul Umara (Gubernur Jenderal) yang dibawah kekuasaannya ada beberapa orang amir (gubernur) yang mengepalai satu wilayah.
Dalam rangka pelaksanaan kesatuan politik bagi negeri-negeri Arab, maka khalifah Umar mengangkat para gubenur jenderal yang berasal dari orang­-orang Arab Politik ini dijalankan terus oleh khalifah-khalifah sesudahnya, termasuk para khalifah Daulah Umayah
c.       Barid
Organisasi pos diadakan dalam tata usaha Negara Islam semenjak Muawiyah bin Abi Sofyan memegang jabatan khalifah. Setelah khalifah Abdul Malik bin Marwan berkuasa maka diadakan dalam organisasi non, sehingga ia menjadi alat yang sangat vital dalam administrasi Negara.
d.      Syurthah      .           `
Organisasi Syurthah (kepolisian) dilanjutkan terus dalam masa Daulah Umayah, bahkan disempurnakan. Pada mulanya organisasi kepolisian ini menjadi bagian dari organisasi kehakiman, yang bertugas melakukan perintah hakim dan keputusan-keputusan pengadilan dan kepalanya sebagai pelaksana Al Hudud.
Tidak lama kemudian makan, organisasi kepolisian  dan berpisah dan berdiri sendiri, dengan tugas mengawasi dan mengurus soal-soal kejahatan.
Khalifah Hisyam memasukkan dalam organisasi kepolisian satu badan yang bernama Nidhamul Ahdus dengan tugas hampir serupa dengan tugas tentara yaitu semacam brigade mobil.
3.      An N-dhamul Mali
Yaitu organisasi keuangan atau ekonomi, bahwa sumber uang masuk pada zaman Daulah Umayah pada umumnya seperti di zaman permulaan Islam
a.       Al Dhaxaib
Yaitu suatu kewajiban yang harus dibayar oleh warga Negara (Al Dharaib) pada zaman Dauuh Umayah dan sudah berlaku kewajiban ini di zaman permulaan Islam. Kepada penduduk dari negeri-negeri yang baru ditaklukan. Terutama yang belum masuk Islam,  ditetapkan pajak-pajak istimewa. Sikap yang begini yang telah memberikan perlawanan pada beberapa daerah.
b.      Masharif BaduiN\al
Yaitu saluran uang keluar masa Daulah Umayah, pada umumnya sama seperti pada umumnya Islam yaitu untuk:
1)      Gaji para pegawai dan tentara serta biaya tatausaha negara
2)      Pembangunan pertanian, termasuk irigasi dan penggalian terusan-terusan
3)      Biaya orang-orang hukuman dan tawanan perang
4)      Biaya perlengkapan perang
5)      Hadiah-hadiah kepada para pujangga dan para ulama
Kecuali itu, para khalifah Umayah menyediakan dana khusus untuk dinas rahasia, sedangkan gaji tentara ditingkatkan sedemikian rupa, demi untuk menjalankan politik tangan besinya.
4.      An Nidhamul Harbi
Organisasi pertahanan pada masa Daulah Umayah sama seperti yang telah dibual khalifah Umar, hanya lebih disempurnakan. Hanya bedanyu, kalau pada waktu Khulafaur Rusyidin  tentara Islam  adalah tentara sukarela, maka pada zaman Daulah Umayah orang masuk tentara kebanyakan dengan paksa atau setengah paksa yang dinamakan Nidhamut Ijbari yaitu semacam undang- undang wajib militer.
Politik ketentaraan pada masa bani Umayah, yaitu politik arab orientasi dimana anggota tentara haruslah terdiri dari orang-orang arab atau imam arab. Keadaan itu berjalan terus menerus, sampai-sampai daerah kerajaannya menjadi luas meliputi bantuan kepada bangsa Barbar untuk menjadi tentara.
Organisasi tentara pada masa ini banyak mencontoh organisasi tentara Persia. Pada masa khalifah Utsman telah mulai dibangun angkatan laut Islam, tetapi sangat sederhana. Setelah Muawiyah memegang Kendali Negara Islam, maka dibangunlah armada Islam yang kuat dengan tujuan :
a.       Untuk mempertahankan daerah-daerah Islam dari serangan armada Romawi
b.      Untuk memperluas dakwah Islamiyah
Muawiyyah  membentuk armada musim panas dan armada musim dingin, sehingga ia sanggup bertempur dalam segala musim.
Armada Laut Syam terdiri dari banyak kapal perang, di zaman Muawiyah Laksamana Aqobah bin Anui Fahrim menyerang pulau Rhadas.
Dalam tahun 53 H, armada Romawi menyerang daerah Islam dan terbunuh seorang panglimanya yang bernama Wardan. Hal ini  membuka mata kaum muslimin sehingga para pembesar Islam bergegas membangun galangan kapal perang di Pulau Raudhah dalam tahun 64 H.
5.      An Nidhamul Qadhai
Di zaman Daulah Umayah kekuasaan pengadilan telah dipisahkan dari kekuasaan politic. Kehakiman pada zaman itu mempunyai dua ciri khasnya yaitu:
a.       Bahwa seorang qadhi memutuskan perkara dengan ijtihadnya, karena pada waktu itu beium ada lagi madzhab empat atau madzhab lainnya. Pada masa itu para qadhi menggali hukum sendiri dari At Kitab dan As Sunnah dengan berijtihad.
b.      Kehakiman belum terpengaruh dengan politik, karena para qadhi bebas merdeka dengan hukumnya, tidak terpengaruh dengan kehendak para pembesar yang berkuasa.
Para hakim pada zaman Umayah adalah manusia pilihan yang bertakwa kepada Allah SWT dan melaksanakan hukum dengan adil, sementara para khalifah mengawasi gerak-gerik dan perilaku mereka, sehingga kalau ada yang menyeleweng terus dipecat. Kekuasaan kehakiman di zaman ini dibagi ke dalam tiga badan:
1)      AI Qadha seperti diuraikan di atas, tugas qadhi biasanya menyelesaikan perkara-perkara yang berhubungan dengan agama
2)      Al  Hisbah dimana tugas At Muhtashib (kepala hisbah) biasanya menyelesaikan masalah umum dan soal-soal pidana yang memerlukan tindakan cepat.
3)      An Nadhar fit Madhalim yaitu Mahkamah  tertinggi atau Mahkamah  banding.
c.       An Nadhar fi Madhalim
Ini adalah pengadilan tertinggi, yang bertugas menerima banding dari pengadilan yang dibawahnya dan mengadili pare hakim dan para pembesar tinggi yang bersalah.
Pengadilan ini bersidang di bawah pimpinan khalifah sendiri atau orang yang ditunjuk olehnya. Para khalifah Bani Umayah menyediakan satu hari saja dalam seminggu untuk keperluan ini dan yang pertama kali mengadakannya yaitu khalifah Abdul Malik bin Marwan. Seperti Mahkamah -Mahkamah  yang lain, maka Mahkamah  Madhalim ini diadakan dalam masjid.
Ketua Mahkamah  Madhalim dibantu oleh lima orang pejabat lainnya, dimana sidang Mahkamah itu tidak sah tanpa mereka yaitu :
1.      Para pengawal yang kuat-kuat yang sanggup bertindak kalau para persakitan lari atau berbuat
2.      Para hakim dan qadhi
3.      Para sarjana hukum (fuqaha) tempat para hakim meminta pendapat tentang hukum
4.      Para penulis yang bertugas mencatat segala jalannya sidang
5.      Para saksi

C.     Perkembangan Islam Pada Masa Bani Abbasiyah
Daulah Abbasiyah yang didirikan pada tahun 132H / 750M oleh Abu Abbas Abdullah As Saffah ibn Muhammad bin Ali bin Abdullah bin.Abbas bin Abdul Mutolib bin Abdul Manaf merupakan kelanjutan dari pemerintahan Daulah Umayah telah hancur di Damaskus. Dinamakan kekhalifahan Abbasiyah, karena para pendiri dari penguasa dinasti ini merupakan keturunan Bani Abbas, paman Nabi Muhammad SAW.
Perbedaan antara kekuasaan Bani Umayah dengan kekuasaan Bani Abbasiyah ialah:
1.      Daulah Bani Umayah bersifat Arab Orienied, artinya dalam segala hal para pejabatnya berasal dan keturunan Arab Murni, begitu juga corak peradabannya.
2.      Daulah Bani Abbasiyah, di samping bercorak Arab Murni juga telah terpengaruh corak pemikiran dan peradaban Persia, Romawi Tilmur, Mesir bahkan Yunani.
Pada masa Daulah Abbasiyah luas wilayah kekuasaan Islam semakin bertambah dan Baghdad sebagai pusat pemerintahannya. Perluasan kekuasaan dan pengaruh Islam bergerak ke wilayah Tilmur Asia Tengah dari perbatasan India hingga ke Cina. Wilayah kekuasaan Islam amat luas yaitu meliputi wilayah yang telah dikuasai oleh Bani Umayan antara lain Hijaz, Yaman Utara dan Selatan, Oman, Kuwait. Irak, Iran, Yordana, Palestina, Libanon, Mesir, Tunisia, Aljazair, Maroko, Spanyof, Afganistan, dan Pakistan. Daerah-daerah tersebut memang belum sepenuhnya berada di wilarah Bani Umayah, namun di masa kekuasaan Bani Abbas perluasan daerah dan penyiaran Islam semakin berkembaag, sehingga meliputi daerah Turki, Armenia dan sekitar Laut Kaspia.
Secara umum dapat dikatakan, bahwa pemerintahan Bari Abbasiyah mampu mengembangkan dan memajukan peradaban Islam, sehingga Daulah ini mencapai puncak kejayaanmya. Karena para penguasanya banyak memberikan dorongan kepada para ilmuwan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam segala bidang kehidupan.
Kemajuan itu antara lain disebabkan sikap dan kebijaksanaan para penguasanya dalam mengatasi berbagai persoalan, kebijaksanaan itu antara lain    ialah :
1.      Para khalifah tetap keturunan Arab sedangkan para menteri, gubernur, panglima perang dan pegawai diangkat dari bangsa Persia. Kota Baghdad sebagai ibukota, dijadikan kota internasional untuk segala kegiatan seperti ekonomi, politik, budaya dan sosial.
2.      Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat mulia dan berharga. Para khalifah membuka kesempatan pengembangan ilmu pengetahuan seluas­-luasnya.
3.      Rakyat bebas berpikir serta memperoleh hak asasinya dalam segala bidang seperti akidah, ibadah, filsafat, dan ilmu pengetahuan.
4.      Para menteri keturunan Persia diberi hak penuh menjalankan pemerintahan, sehingga mereka memegang peranan penting dalam memajukan kebudayaan Islam.
5.      Berkat usaha khalifah yang sungguh-sungguh dalam membangun ekonominya, mereka memiliki perbendaharaan yang cukup berlimpah.
6.      Dalam pengembangan ilmu pengetahuan para khalifah banyak mendukung perkembangan tersebut sehingga banyak buku-buku yang dikarang dalam berbagai ilmu pengetahuan.
Khalifah-khalifah Bani Abbas pada masa jayanya.
1.      Abul Abbas Assafah                 (132-136 H = 75-754 M)
2.      Abu Ja'far Al Manshur  (36- 158 H = 754-775 M)
3.      AI Mahdi                                 (158- 169 H= 775- 785 M)
4.      Musa Al Hadi                           (169-170 H = 785-786 M)
5.      Harun Al Rasyid                       (170-193 H = 786-809 M)
6.      Abdullah Amin              (193-198 H = 809-813 M)
7.      Abdullah  al Makmum   (198-218 H = 813-833 M)
8.      Al Muktashim                           (218-227 H = 833-842 M)
Bentuk-bentuk peradaban Islam di masa Bani Abbaslah dapat dibagi menjadi beberapa bentuk, yakni kota-kota pusat peradaban Islam, bangunan-bangunan, penemuan-penemuan, dan tokoh-tokohnya.
1.      Kota-kota Pusat Peradaban
a.       Baghdad, merupakan kota yang paling indah yang dikerjakan oleh lebih dari 100.000 pekerja dipimpin, oleh Hajaj bin Arthal, di sini terdapat istana yang berada di pusat kota, asrama pengawal, rumah kepala polisi dan rumah-rumah keluarga khalifah.
b.      Samarra, letaknya di sebelah timur sampai Tigris, 60 km dari kota Baghdad, kotanya nyaman, indah, dan teratur.
2.      Bangunan-bangunan
a.       Madrasah, didirikan pertama kali oleh Nizamul Mulk. Terdapat di kota Baghdad, Balkan, Nauro, Tabrisan, Naisabur, Hara Isfahan, Mausil, Basrah dan kota-kota lain.
b.      Kuttab, yaitu tempat belajar bagi palajar tingkat rendah dan menengah.
c.       Masjid, biasanya digunakan untuk tempat belajar tingkat tinggi dan takhassus.
d.      Majelis Miunadharah tempat pertemuan para pujangga, ahli fakir dan para sarjana untuk menseminarkan masalah-masalah ilmiah.
e.       Baitul Hikmah, merupakan perpustakaan pusat, dibangun oleh Khalifah Harun Rasyid.
f.        Masjid Raya Cordova dibangun pada tahun 786 M.
g.       Masjid Ibnu Toulon, di Kairo dibangun pada tahun 786 M.
h.       Istana Al Hamra, di Kordova.
i.         Istana Al Cazar,dan lain-lain.
3.      Penemuan-penemuan dan Tokoh-tokohnya
a.       llmu Filsafat
-         Al Kindi (194 - 260 H = 809 - 873 M)
-         Al Farabi (wafat tahun 390 H = 916 M). Orang Eropa menyebut dengan Al  Pharabius
-         Ibnu Bajah (wafat tahun 523 H)
-         Ibnu Thufail (wafat tahun 581 H)
-         ibnu Shina (340 - 428 H = 980 - 1037 M). Orang Eropa menyebut dengan Avicena.
-         Al Ghazali (tahun 450 - 505 H= 1058 - 1101 M). la digelari sebagai Hujjatut Islam.
-         ibnu Rusyd (520 - 595 H= 1126 - 1198 M). Orang Eropa menyebut dengan Averoes.
b.      Bidang Kedokteran
Ada beberapa perguruan tinggi kedokteran yang terkenal antara lain:
-         Sekolah tinggi kedokteran di Yunde Shapir (Iran)
-         Sekolah tinggi kedokteran di Harron, Syria
-         Sekolah tinggi kedokteran di Baghdad
Para dokter dan ahli kedokteran Islam yang terkenal, antara lain:
-         Jabir Bin Hayyan (wafat tahun 161 H = 778 M) dianggap sebagai bapak ilmu kimia)
-         Hunain Bin Ishaq (194 - 264 H= 810 - 878 M) ahli mata yang terkenal.
-         Thabib bin Qurra (221 - 228 H= 836 - 901 M)
-         Ar Razi (251 - 313 H= 809 - 873 M)
c.       Bidang Matematika
-         Umar Al Farukhan, insinyur arsitek pembangunan kota Baghdad.
-         Al Khawarizmi. pengarang kitab Al Gebra (Al Jabar) ahli matematika terkenal, juga penemu angka nol, sedangkan angka 1-9 dari India, namun dikembangkan olehnya.
-         Banu Nusa, menulis banyak buku dan ilmu ukur.
d.      Bidang Astronomi
-         Al Fazari, seorang pencipta astrolabe, yaitu alat pengukur tinggi dan jarak Bintang-bintang.
-         AI Battani, lebih dikenal disbanding dengan Al Khawarij'mi dalam ilmu perbintangan.
-         Al Farghoni, membangun beberapa observatorium di Baghdad maupun di Yunde Shahpus.
e.       Farmasi dan Kimia
-         Ibnu Baithar, ahli orrat-obatan, makanan atau gizi.
f.        Ilmu Tafsir
Ilmu tafsir pada masa ini terdiri dari:
1.      Tafsir bil Ma'ists, yaitu Al Qur'an yang ditafsirkan dengan hadist-hadist
2.      Tafsir bin Ro'yi yaitu tafsir Al Qur'an dengan menggunakan akal pikiran
Diantara para ahli Tafsir Bin Ma’tsur ialah:
-         Ibnu Jarir al Thabari
-         lbnu 'Athiyah al Andalusi
-         AI Sudai mendasarkarr tafsimya kepada Ibnu Abas dan Ibnu Mas'ud
-         Muqotil Ibnu Suteiman
Diantara para ahli Tafsir bin Ro'yi ialah:
-         Abu Bakar Asam (Mu'tazilah)
-         Abu Muslim Muhammad Ibnu Bahar Isthani (Mu'tazilah)
-         Ibn Jaru Al Asadi (Mu'tazilah )
-         Abu Yunus Abdussalam (Mu'tazilah)
g.       Ilmu Hadist
Hadist merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah At Qur'an, pada masa Bani Abbasiyah muncullah ahli-ahli hadist yang bernama :
-         Imam Al Bukhari, yaitu Imam Abu Abdullah Muharrriad Ibnu Abi Al Hasan, Al Bukhari, Lahir di Bukhara tahun 194 H dan wafat di Baghdad tahun 256 H. Hasil karyanya ialah Shahih A1 Bukhari.
-         Imam Muslim, yaitu Imam Abu Muslim Ibnu Al Hajjaj Al Qushoiri Al Naishabury wafat tahun 261 H di Naishabur. Hasi karyanya ialah Shahih  Muslim.
-         Ibnu Majah, hasil karyanya ialah Sunan Ibnu Majat,
-         Abu Dawud, hasil karyanya ialah Sunan Abu Dawud.
-         An Nasai, hasil karyanya ialah Sunan An Nasai

h.       Ilmu Kalam
Diantara ilmu kalam yang berkembang ialah:
-         Jabariyah, tokohnya Jahm bin Sofyan, Ya'du bin Dirhan.
-         Qodariyah, tokohnya Ghilan At Dimasyqy, Ma'bad Al Juhaini.
-         Mu'tazilah, tokohnya Washil  bin Atha'.
-         Ahlus Sunnah, tokahnya Abu Hasan At Asy'ary, Al Ghozaly.
i.         Ilmu Bahasa
Bahasa Arab dijadikan sebagai bahasa ilmu pengetahuan, disamping sebagai alat komunikasi antarbangsa. Di antara para ahli bangsa itu ialah :
-         Sihawaihi, (wafat tahun 183 H)
-         AI Kisai, (wafat tahun 198 H)
-         Abu Zakariya At Farra (wafat tahun 208 H)

D.    Pemerintahan Pada Masa Bani Abbas
1.      Pimpinan Negara
Negara dipimpin oleh kepala Negara yang bergelar khalifah dan jabatannya bernama khalifah. Untuk membantu khalifah dalam menjalankan pemerintahan Negara, ditetapkan suatu jabatan yang bernama Wzarat dan pemangkunya bernama Wazir (perdana menteri).
Dalam zaman DaulahAbbasiyah terdapat dua macam wizarat, yaitu­
a.       Wizaratut Tanfiz, dimana wazirnya hanya sebaga pembantu khalifah dan, bekerja atas nama khalifah, yang pada zaman sekarang dinamakan Kabinet Presidensil.
b.      Wizaratut Tafwidh dimana wazirnya diberi kuasa penuh untuk memimpin pemerintahan, sedangkan khalifah sebagai lambang saja yang dalam zaman sekarang dinamakan Kabinet Parlementer.
Untuk membantu khalifah dalam menjalankan tata usaha Negara diadakan sebuah dewan yang bernama Diwanul Kitabah (Sekretariat Negara) yang dipimpin oleh seorang raisul kuttab (Sekretaris Negara) dar dibantu oleh beberapa Sekretaris
1)
Katibur Rasail
(Sekretaris Urusan Pesuratan)
2)
Katibul Kharrai
(Sekretaris Urusan Keuangan).
3)
Katibul Jund
(Sekretaris Urusan Tentara)
4)
Katibul Syurthah
(Sekretaris Urusan Kepolisian)
5)
Katibul Qadha
(Sekretaris Urusan Kehakiman)
Dalam menjalankan pemerintahan Negara, wazir dibantu beberapa Raisud Diwaz (Menteri Departemen-departemen) yang jumlahnya menurut kebutuhan diantaranya ialah:
1)
Diwan AI Kharraj
(Departemen Keuangan)
2)
Diwan Ad Diyah
(Departemen Kehakiman)
3)
Diwan Az Zimasu
(Departemen Pengawasan Urusan Negara)
4)
Dewan Jund
(Departemen Ketentaraan)
5)
Diwan Al Mawatywal Ghilman
(Departemen Perburuhan)
6)
Diwan Al Barid
(Departemen Perhubungan)
7)
Diwan Ziman an Nafaqaat .
(Dewan Pengawasan Keuangan)
8)
Diwan Ar Rasail
(Departemen Urusan Arsip)
9)
Diwan An Nadhar fil Madhalim
(Departement Pembetaan Rakyat Tertindas)
10
Diwan Al Akhdas Wasy Syurthah
(Departement Keamanan dan Kepolisian)
11
Diwan A1 'Atha' Wal Hawarij
(Departement Sosial)
12
Diwan Al Akhasyam
Departement Urusan Keluarga)
13
Diwan Al Akarah
(Departement Pekerjaan Umum dan Tenaga)

2.      Wilayah Negara.
Pada zaman Daulah Abbasiyah, tata usaha Negara bersifat sentralisasi bukan desentralisasi yang dinamakan An Nidhamul ldary A1 Markazy. Wilayah Negara dibagi ke dalam beberapa propinsi, yang dinamakan lmarat, dengan gubernurnya yang bergelar Amir atau Hakim.
Imarat pada waktu itu ada tiga macam :
a.       Imarat A1 Istikfa yaitu propinsi yang kepada gubernurnya diberi hak kekuasaan yang besar dalam segala bidang urusan Negara, termasuk urusan kepolisian ketentaraan, keuangan, dan kehakiman.
b.      A1 Imarat A1 Khassah yaitu propinsi yang kepada gubernurnya hanya diberi hak wewenang yang terbatas.
c.       Imarat Al Istilau yaitu propinsi de facto yang didirikan oleh seorang panglima dengan kekuasaan, yang kemudian terpaksa diakuinya dan panglima yang bersangkutan menjadi gubernurnya.
Kepada wilayah (propinsi) hanya diberikan hak-hak otonomi terbatas yang mendapat hak otonomi penuh adalah desa yang disebut Al Qura dengan kepada desa yang bergelar Syekh Al Quryah.
3.      Tanda Kebesaran dan Kehormatan
Untuk khalifah ditetapkan tanda kebesaran (alamat) dan lambang kehormatan (Gyaraf)
a.       Tanda kehesaran aaa tiga macam, yaitu:
1)      At Burdah, pakaian kebesaran, yang berasal dari rasul
2)      At Khatim, cincin stempel
3)      Al Qadhib, semacam pedang
b.      Lambang kehormaiin;uga ada tiga macam, yaitu:
1)      Al Khuthab, yaitu pembacaan doa bagi khalifah dalam khutbah Jum'at
2)      As Sikkah, pencantuman nama khalifah atas mata uang
3)      Ath Thiraz, lambang khalifah yang harus dipakai oleh tentara, polisi dan pegawai negeri
4.      Angkatan Perang-         .
Angkatan perang berada di bawah Diwan At Juad dan terdiri dari angkatan darat dan angkatan laut Kedua angkatan ini terdiri dari .
a.       Al Jundul Mustarziqah, yaitu tentara tetap yang bergaji dan tinggal di asrama
b.      At Jundul Muthauwi'ah, yaitu semacam relawan
Kesatuan tentara di zaman ini terbagi atas :       
a.       Arif (komandan regu) dibawahnya 10 orang prajurit
b.      Naqib (komandan kompi), dibawahnya 10 Arif (100 prajurit)
c.       Qaid (komandan battalion) dibawahnya 10 Naqib (1000 prajurit)
d.      Amir (panglima divisi) dibawahnya 10 Qaid (10.000 prajurit)
Untuk tiap-tiap kesatuan ditetapkan semacam janji yang bernama Liwa bagi regu, kompi, dan battalion, sedangkan bagi divisi diberi nama Rayah.
5.      Baitul Maal      
Untuk mengurus keuangan Negara, termasuk politik keuangan, maka dibentuklah suatu badan yang bernama Baitut Maal, kementerian keuangan dalam istilah sekarang.
Baitul Maal dalam zaman ini, terdiri dari tiga diwan, yaitu:
a.       Diwanul Kharaanatt untuk mengurus perbendaharaan Negara
b.      Diwanul Azra’u, untuk mengurus kekayaan Negara yang berupa hasil bumi
c.       Diwanul Khazainus Silah, untuk mengurus perlengkapan angkatan perang
Sumber uang masuk bagi Baiful Maal di zaman ini, yang terpenting diantaranya ialah:
a.            At Kharraj         pajak hasil bumi                                   
b.           At Jizyah            pajak badan .                                      
c.            Az Zakah          segala macam zakat
d.           A1 Fi'                 pembayaran pihak musuh karena kalah perang atau rampasan perang
e.           Al Ghaminah       rampasan perang
f.              At Asyur           pajak pemiagaan dan bea cukai
Sistem memungut pajak hasil bumi ada tiga macam, yaitu:
a.       At Muhasabah, perkiraan perhitungan luas areal tanah dan jumlah pajak yang harus dibayar dalam bentuk uang.
b.      At Muqasamah, penetapan jumlah tertentu (persentase) dari hasil yang diperoleh.
c.       At Muqatha'ah, penetapan pajak hasil bumi alas para jutawan, berdasarkan persetujuan antara pemerintah dengan jutawan bersangkutan.
6.      Organisasi Kehakiman  .
Dalam zaman Khalifah Umar bin Khattab, kehakiman dibebaskan sama sekali dari pengaruh kekuasaan politik. Hal ini berlaku terus sampai ke akhir Daulah Umayah, sekalipun selama Bani Umayah, kekuasaan politik kadang­-kadang juga mencampuri urusan kehakiman.
Dalam masa Daulah Abbasiyah, kekuasaan politik telah mencampuri urusan­-urusan kehakiman. Perubahan lain, para hakim tidak lagi berijtihad dalam memutuskan perkara, tetapi mereka berpedoman saja pada kitab-kitab mazhab empat atau mazhab-mazhab lain. Dengan demikian, syarat hakim harus mujtahid sudah ditiadakan.
Organisasi kehakiman juga mengalami perubahan, antara lain telah diadakan jabatan penuntut umum (kejaksaan) di samping telah dibentuk instansi Diwan Qadhil Qudhah.
Organisasi kehakiman dalam zaman ini, sebagai berikut   •
a.       Diwan Qadhil Qudhah (fungsi dan tugasnya mirip dengan Departemen Kehakiman) yang dipimpin oleh Qadhil Qudhah (Ketua Mahkamah  Agung). Semua badan-badan pengadilan atau badan-badan lain yang ada hubungan dengan kehakiman berada di bawah Diwan Qadhil Qudhah.
b.      Qudhah Al Aqali (hakim propinsi yang mengetuai pengadilan tinggi).
c.       Qudhah Al Amsar (hakim kota yang mengetuai pengadilan negeri AI Qadhau atau Al Hisbah)
d.      Al Sulthah Al Qadha'ryah, yaitu jabatan kejaksaan. Di ibukota Negara dipimpin oleh Al Mudda'il Umumi (jaksa agung), dan di tiap-tiap kota oleh Naib Umumi (jaksa).
Adapun badan pencadilan ada tiga macam:
a.       Al Qadhau dengan hakimnya yang bergelar A1 Qadhi. Tugasnya mengurus
perkara-perkara yang berhubungan dengan agarna pada umumnya.
b.      Al Hisbah dengan hakimnya yang bergelar AI Muhtasib. Tugasnya menyelesaikan perkara-perkara yang berhubungan dengan masalah-masalah
umum dan tindak pidana yang memerlukan pengurusan segera.
c.       An Nadhar fil Madhalim dengan hakimnya yang bergelar shahibul atau qadhil madhalim. Tugasnya menyelesaikan perkara-perkara banding dari kedua pengadilan pertama (A1 Qadhau dan Al Hisbah).
Selain mengurusi perkara-perkara banding, Mahkamah  Madhalim juga mengurusi yaitu:          
a.       Pengaduan rakyat atas para gubernur  yang memperkosa keadilan, para petugas pajak, pegawai tinggi yang menyeleweng dan lain-lain.
b.      Pengaduan para pegawai dikurangi gajinya atau terlambat pembayarannya.
c.       Menjalankan keputusan-keputusan hakim yang tidak 5erdaya, kemudian qadhi atau muhtashib yang menjalankannya.
d.      Mengawasi terlaksananya ibadah.
Mahkamah  Madhalim diketahui oleh khalifah, kalau 6 ibukota Negara oleh gubernur dan kalau di ibukota wilayah oleh Qadhil Qudhah atau hakim-hakim lain yang mewakili khalifah atau gubernur.
Para hakim waktu mengadili perkara memakai jubah dan sorban hitam, sebagai lambang dari Daulah Abbasiyah. Jubah dan sorban hitam pada waktu itu, khusus untuk para hakim.



BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Ada beberapa faktor yang menyebabkan Dinasti Bani Umayah lemah dan membawanya kepada kehancuran :
1.      Sebab-sebab Umum
a.       Penyelewengan dari sistem musyawarah Islam diganti dengan sistem kerajaan
b.      Pengkhianatan permusyawaratan di Daumatul Jandal
c.       Menyalahi perjanjian Madain antara Muawiyah dengan Hasan bin Ali
d.      Pengangkatan putra mahkota lebih dari satu
2.      Sebab-sebab Khusus    ,
a.       Kelemahan dari Yazid bin Abdul Malik memecat orang-orang yang dalam jabatannya diganti dengan orang-orang yang disukainya, padahal pengganti itu tidak ahli.
b.      Kemewahan dan keborosan di kalangan istana.
Perbedaan antara kekuasaan Bani Umayah dengan kekuasaan Bani Abbasiyah ialah:
1.      Daulah Bani Umayah bersifat Arab Oriented, artinya dalam segala hal para pejabatnya berasal dan keturunan Arab Murni, begitu juga corak peradabanya.
2.      Daulah Bani Abbasiyah, di samping bercorak Arab Murni juga telah terpengaruh corak pemikiran dan peradaban Persia, Romawi Timur, Mesir bahkan Yunani.
Khalifah-khalifah Bani Abbas pada masa jayanya.
1.      Abul Abbas Assafah                 (132-136 H = 75-754 M)
2.      Abu Ja'far Al Manshur  (36- 158 H = 754-775 M)
3.      AI Mahdi                                  (158- 169 H= 775- 785 M)
4.      Musa Al Hadi                           (169-170 H = 785-786 M)
5.      Harun Al Rasyid                       (170-193 H = 786-809 M)
6.      Abdullah Amin              (193-198 H = 809-813 M)
7.      Abdullah  al Makmum   (198-218 H = 813-833 M)
8.      Al Muktashim                           (218-227 H = 833-842 M)

B.     Kritik dan Saran
Dalam rangka untuk mendapatkan sebuah kesempurnaan dari isi makalah ini, maka kami sebagai tim penyusun makalah ini sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi untuk mendapatkan suatu kesempurnaan dalam pembuatan makalah ini.




DAFTAR PUSTAKA

Drs, Sugianto, M.Ag. Al-Hikmah Sejarah Kebudayaan Islam. Sragen : CV. Akik Pusaka





MAKALAH
SEJARAH PERADABAN ISLAM

“ DINASTI UMAYAH DAN DINASTI ABBASIYAH ”







Disusun oleh

NAMA
NIM
1
M.A. Permatasari
2103326390
2
Liza Wulandari
2103326389
3
Arif Usman
2103326367
4
Arinaldi
2103326366
5
Destriana kora
2103326365
6
Yonri Irawan
2093135958

Dosen Pembimbing
Fatrica Syafri, M.Pd



JURUSAN DAKWAH
PRODI BIMBINGAN KONSELING ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) BENGKULU

 
2010
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang mana dengan rahmat, taufik dan hidayah-Nya lelah kami susun makalah yang berjudul “Dinasti Umayah dan Dinasi Abbasiyah” makalah ini dibuat berkat dorongan dan dukungan dari dosen pembimbing untuk itu kami ucapkan terima kasih.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih mengandung kekurangan dengan kata lain “tak ada gading yang tak retak”, begitu juga dengan makalah ini, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis nantikan demi kesempurnaan dan menjadi acuan untuk perbaikan makalah yang akan datang.


Bengkulu,                  2010


Penulis



ii
 

DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL..........................................................................................   i
KATA PENGANTAR........................................................................................   ii
DAFTAR ISI......................................................................................................   iii

BAB I    PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang..................................................................................   1
B.       Rumusan Masalah..............................................................................   1
C.       Tujuan...............................................................................................   1

BAB II  PEMBAHASAN
A.       Bani Umayah.....................................................................................   2
B.       Perkembangan Organisasi Negara dan Susunan Pemerintahan ............   5
C.       Perkembangan Islam Pada Masa Bani Abbasiyah...............................   13
D.       Pemerintahan Pada Masa Bani Abbas................................................   19

BAB III PENUTUP                    
A.           Kesimpulan.....................................................................................   25
B.            Kritik dan Saran..............................................................................   26

DAFTAR PUSTAKA




iii
 


iii